Heboh di Perairan Jayapura: Bangkai Pesawat PD II yang Membuka Pintu ke Masa Lalu
INFO Tanahmerah– Suasana tenang di perairan Teluk Youtefa, Jayapura, tiba-tiba terusik oleh sebuah penemuan yang menggemparkan. Bukan ikan atau cumi-cumi hasil tangkapan biasa yang dibawa pulang oleh nelayan, melainkan sebuah potongan sejarah yang telah terpendam puluhan tahun di dasar laut. Bangkai pesawat tempur sisa Perang Dunia II berhasil ditemukan, membangkitkan memori tentang sebuah era konflik global yang bahkan menyentuh ujung timur Nusantara.
Penemuan yang berawal dari kesibukan mencari nafkah ini pun langsung menyedot perhatian, tidak hanya dari warga lokal tetapi juga dari kalangan sejarawan dan pemerhati wisata. Seolah-olah waktu berhenti sejenak, mengungkap sebuah saksi bisu dari pergolakan dahsyat yang pernah terjadi di tanah Papua.
Ditemukan Secara Tidak Sengaja oleh Nelayan Lokal
Segalanya berawal dari kearifan dan kejelian seorang nelayan tradisional setempat, Markus Habubak. Seperti hari-hari biasanya, Markus menyelam di sekitar perairan Teluk Youtefa, dekat Jembatan Merah Youtefa yang ikonik dan Pantai Holtekamp, Distrik Abepura. Lokasi ini memang sejak lama menjadi ladang pencarian ikan dan cumi-cumi bagi warga Kampung Enggros dan sekitarnya.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Resmi Registrasi Tiga Perkara Sengketa PSU Pilkada Papua
Namun, pada suatu hari, mata Markus tidak hanya menangkap gerak-gerik ikan. Di balik jernihnya air laut dan lalu-lalang biota laut, ia melihat sesuatu yang besar, tidak biasa, dan telah menyatu dengan karang. Sebuah struktur logam berkaruk yang bentuknya masih dapat dikenali sebagai sebuah pesawat terbang. Dengan penuh kekagetan, ia pun melaporkan temuannya ini kepada pihak yang berwenang.
Tim Penyidik Turun Langsung, Arus Menjadi Tantangan
Kabar penemuan Markus pun sampai ke telinga Aipda Imron Kurniawan, Bhabinkamtibmas Kampung Enggros. Menyadari potensi pentingnya temuan ini, Imron segera membentuk sebuah tim investigasi kecil yang terdiri dari para penyelam handal: Absentinus Sembiring, Wahyu, dan Alince. Pada Sabtu, 23 Agustus 2025, mereka pun berangkat untuk melakukan verifikasi langsung.
Ekspedisi pertama mereka tidak berjalan mulus. Arus bawah laut yang kuat dan visibilitas yang terbatas menggagalkan upaya mereka untuk menemukan bangkai pesawat tersebut. Namun, semangat untuk mengungkap kebenaran tidak surut. Mereka mencoba untuk kedua kalinya, dan akhirnya, usaha itu membuahkan hasil.
Dengan susah payah, mereka berhasil mencapai lokasi tepat di kedalaman 5,1 meter. Di sana, terbaring tenang bangkai pesawat yang sudah sangat hancur dimakan zaman. Hanya bagian-bagian tertentu yang masih dapat diidentifikasi: moncong (kepala) pesawat, potongan sayap, dan sebagian badan. Mereka segera mendokumentasikan temuan itu menggunakan kamera bawah air.
Saksi Bisu Perang Dunia II di Tanah Papua
Temuan ini bukanlah hal yang sepele. Papua, khususnya Jayapura (yang dahulu dikenal sebagai Hollandia), memainkan peran yang sangat strategis dalam teater Perang Pasifik selama PD II. Setelah diduduki oleh pasukan Jepang, Hollandia kemudian menjadi sasaran serangan besar-besaran oleh Sekutu (terutama Amerika Serikat) pada April 1944 dalam operasi yang dikenal sebagai Operation Reckless.
Pertempuran udara dan laut sengit terjadi di wilayah ini. Banyak pesawat tempur dari kedua pihak—baik Jepang maupun Amerika—yang ditembak jatuh dan menghilang di perairan maupun hutan belantara Papua. Temuan bangkai pesawat di Teluk Youtefa ini kemungkinan besar adalah salah satu dari pesawat yang gagal kembali ke pangkalan itu.
Ahli sejarah memperkirakan pesawat ini bisa jadi adalah pesawat tempur Zero milik Jepang atau P-38 Lightning/Corsair milik AS. Identifikasi yang lebih akurat memerlukan penelitian lebih lanjut oleh tim arkeolog bawah air untuk menemukan bagian yang memiliki nomor seri atau ciri khas tertentu.
Dari Peninggalan Perang Menjadi Aset Masa Depan
Di luar nilai historisnya, para penemu memiliki harapan besar akan masa depan situs ini. Aipda Imron dan Absentinus Sembiring secara terpisah menyuarakan aspirasi yang sama: menjadikan lokasi ini sebagai destinasi wisata penyelaman (dive spot) yang unik bagi Kota Jayapura.
“Kami harapkan agar masyarakat di sekitar kampung bisa menjaganya dan tidak melakukan bom ikan di tempat lokasi bangkai pesawat Perang Dunia II ditemukan, sehingga ke depan bisa menjadi destinasi wisata di Jayapura,” ujar Imron kepada wartawan.
Pesan ini sangat krusial. Praktik penangkapan ikan dengan bom bukan hanya merusak ekosistem terumbu karang yang sudah terbentuk di sekitar bangkai, tetapi juga berpotensi merusak struktur bangkai pesawat itu sendiri yang sudah rapuh.
Sembiring menambahkan, “Mungkin ke depan kita perlu menyelam lagi untuk mengecek, jangan sampai badan dan ekor pesawat juga berada di sekitar lokasi tersebut.” Ini menunjukkan bahwa masih ada potensi penemuan bagian lain yang lebih lengkap.
Harapan untuk Perlindungan dan Dampak Ekonomi
Agar impian itu menjadi kenyataan, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta sangat dibutuhkan. Langkah pertama adalah melindungi dan mengamankan situs tersebut dari aktivitas yang merusak.
Kedua, perlu dilakukan studi kelayakan dan identifikasi mendalam oleh arkeolog untuk mengungkap identitas pesawat secara pasti. Cerita di balik pesawat itulah yang akan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, terutama para penyelam dan pencinta sejarah.
Dampak ekonominya bagi warga Kampung Enggros dan Holtekamp juga sangat potensial. Mulai dari penyediaan jasa pemandu selam, penyewaan peralatan, homestay, hingga kuliner khas Papua dapat berkembang dan menggerakkan perekonomian lokal.
Penemuan bangkai pesawat oleh Markus Habubak ini bagaikan membuka sebuah kapsul waktu.